Persoalan Media Baru Digital
Di era digital dewasa ini, para pengiklan berharap menemukan data dan informasi yang lebih akurat tentang audiens media-media digital. Mereka tidak lagi percaya dengan hanya sekedar data dan informasi yang tidak didasarkan kepada penelitian. Namun sayangnya, ada begitu banyak media digital berbasis web dan aplikasi yang tidak melengkapi dirinya dengan data dan informasi tentang audiens yang mereka layani. Mereka seolah sudah merasa cukup dan bangga dengan label sebagai media digital. Alhasil, antara media konvensional dan digital sejatinya akhirnya sama. Kedua-duanya terbentur kepada persoalan penyajian data dan informasi tentang audiens atau siapa yang diajak biacara.
‘Saya bukan robot’ menjadi upaya yang dilakukan oleh pengelola media digital demi membuktikan bahwa audiens yang sedang mengakses suatu media digital memang benar-benar adalah manusia, bukan robot.
Banyak pihak yang meragukan data demografi audiens yang dicantumkan oleh sebagian besar media digital yang sumbernya adalah data-audiens yang dimasukkan (data entry) pada saat seseorang mengakses dan mendaftar ke suatu media digital, apakah data tersebut bisa dipercaya begitu saja? Tombol like dan share bahkan ditengarai juga hasil olahan robot dan bukan manusia. ‘Saya bukan robot’ menjadi upaya yang dilakukan oleh pengelola media digital demi membuktikan bahwa audiens yang sedang mengakses suatu media digital memang benar-benar adalah manusia, bukan robot. Media-media sosial berbasis web dan aplikasi benar-benar harus bisa bisa menjelaskan siapa yang ‘diajak bicara’ sehingga mereka terhindar dari kesan eforia digital dan ujung-ujungnya mereka pasti sulit meraih pengiklan.
Media-media berita digital seperti detik.com, kompas.com yang sudah memiliki puluhan jutaan page view juga harus mampu menjelaskan efektifitas berkomunikasi di laman-laman atau kanal-kanal mereka, sebab tidak cukup dengan hanya menyatakan jumlah visitor, page view dan spending time on page. Diperlukan penjelasan tentang proporsi audiens yang masuk dan mengonsumsi halaman-halaman digital mereka, kemudian penjelasan tentang kualitas konsumsi audiens terhadap iklan yang ditampilkan. Ada begitu banyak iklan yang terlewatkan atau dilewatkan begitu saja oleh audiens khususnya iklan yang menutup-nutupi halaman, sehingga pengukuran efektifitas iklan jelas sangat diperlukan.
Harga per penampilan atau paparan atau impression rate di banyak media digital sudah dianggap kemahalan sebab seringkali tidak berujung enggagement yang signifikan. Efektifitas impression atau terpapar juga perlu dicermati ulang sebab terpapar dalam waktu yang sangat singkat belum tentu mendorong atau menghasilkan dampak yang efektif yang berujung engagement. Jumlah klik misalnya menjadi salah satu tuntutan pengiklan saat ini, namun pemilik media seringkali menolaknya dengan alasan-alasan tertentu.
Jika media digital berbasis web masih saja tidak menampilkan data audiens yang lebih rinci dan informasi tentang efektifitas iklan di media mereka masih saja tidak berkembang, maka peluang bagi media konvensional yang masih bertahan dan memiliki audiens yang cukup banyak, jelas masih tetap terbuka. Jika pengukuran efektifitas iklan hanya didasarkan kepada ad impression atau terpapar iklan, apa bedanya media digital dengan media konvensional?
– Jalan Terjal Bisnis Media
– Jawaban Bijak Berbagai Persoalan Iklan di Media cetak
– Perencanaan Media Berbasis Data
– 3 Peran Mutlak AE Media