
ADVERTISING-INDONESIA.id – Era digital seperti saat ini menghadirkan ancaman sekaligus tantangan yang sangat besar bagi media cetak. Demi eksistensi, ingin ‘hidup’ dan gengsi sebagai the truth voice of media, sejumlah media cetak ‘raksasa’ Jakarta seperti Kompas, Tempo, Media Indonesia, Republika, Koran Sindo dan Bisnis Indonesia benar-benar tak mau kalah. Mereka terus bertarung dan ikut membuat portal berita daring (online). Di kelas majalah perempuan dan fashion kita tahu bagaimana besarnya Femina grup dan MRA media grup dalam memonopoli pasar majalah, mereka juga dipaksa bertarung keras dan mencoba bertahan dengan beragam strategi. |
Agen dan pengecer adalah saksi utama yang sangat bisa menjelaskan situasi ini, pengalaman empiris mereka selama bertahun-tahun tidak terbantahkan karena mereka berada di lapangan menjadi ujung tombak penjualan media cetak. Kami melakukan wawancara kualitatif dengan seorang agen media cetak berpengalaman yang sudah merasakan pahit getirnya bisnis media cetak di Jakarta.
Fadhil adalah nara sumber kami, pengelola Fadhila Agency yang berada di Jalan Falatehan Raya Jakarta Selatan. Fadhil mengatakan keberadaan media cetak saat ini memang sudah di titik nadir. Dia pun sangat pesimis dengan keberlangsungan bisnis yang sudah dijalaninya selama 15 tahun belakangan ini. Kepada Advertising Indonesia Fadhil membagi kisahnya, bagaimana dia harus bertahan di tengah bisnis jualan media cetak yang makin melorot. Panasnya cuaca Jakarta siang itu seolah mempertegas suasana persaingan media cetak dan digital yang semakin memanas.
“Saya itu bisnis agen Koran dan majalah sudah 15 tahun. 5 tahun saya ikut Dona agensi yang sekarang juga sudah tutup, setelah modal dan pengalaman cukup kemudian saya membuka agen sendiri. Tapi melihat fenomena kecanggihan akses internet dalam memberikan informasi sekarang ini, saya sendiri ragu akan keberlangsungan kehidupan media cetak. Karena internet itu sangat berdampak sekali mematikan media cetak, dan terbukti memang sudah banyak media cetak yang tutup. Ya kalau saya memprediksi umur cetak masih bisa bertahan 2 tahun kedepan, selebihnya kalau memang sudah benar-benar bangkrut ya sayapun harus alih profesi. Dulu itu agen Koran di Jakarta ada 30-40 agen, sekarang yang tersisa paling tinggal beberapa saja,”katanya.
Fadhil merasakan betul bagaimana bisnisnya terjun bebas. Dia punya alasan bagaimana hal tersebut sampai terjadi: “lantaran beberapa majalah yang tadinya memang banyak pelanggannya mengurangi porsi cetaknya, mau tidak mau, karena kondisi perekonomian, harga kertas yang kian mahal, ongkos jaringan distribusi yang juga lumayan tinggi dan sepi order iklan di media cetak membuat banyak media cetak khususnya tabloid dan majalah berguguran”.“Dulu itu semua orang sirkulasi nongkrongnya ya di Falatehan sini, tapi sekarang sepi sama sekali, karena itu tadi, medianya banyak yang tutup dan mungkin orang-orang sirkulasinya juga banyak yang dirumahkan,”ujarnya.Fadhil menyebutkan kalau ditempatnya itu 3 tahun yang lalu adalah tempat berkumpulnya seluruh orang sirkulasi dari semua media cetak, Koran dan Majalah. Tapi berbeda dengan sekarang, karena semakin banyak media cetak yang tutup seperti tabloid dan majalah, maka lapak tempat dimana ia menjalankan usahanya itupun sepi.
Fokus jualan Fadhil memang tidak pada Koran harian, tetapi pada tabloid dan majalah. Sayangnya dua ‘pemain’besar majalah seperti Femina dan MRA media juga banyak mengurangi porsi cetaknya. Hal itu membuat banyak pelanggan mengalami kesulitan dalam memperoleh media, ditambah lagi dengan masa terbit yang tidak beraturan. Media yang harusnya terbit seminggu sekali bisa menjadi 2 minggu sekali malah bisa juga jadi terbit sebulan sekali. Yang harusnya terbit sebulan sekali bisa jadi dua bulan sekali, ketidakteraturan masa terbit juga membuat pelanggan tak lagi tertarik untuk membeli.
Fadhil masih akan mencoba bertahan, hingga suatu saat kelak, jika usaha agen media yang sudah ditekuninya selama 15 tahun tidak lagi memberikan harapan dan masa depan yang menjanjikan, Fadhil akan menekuni usaha yang lain. Jumlah loper koran dan majalah di berbagai perempatan jalan tampak semakin surut. Sepertinya, wajah-wajah berkeringat mereka yang masih terus menawarkan media cetak di jalanan Jakarta tampak semakin tua. Bagi loper berusia muda, pekerjaan lain mungkin lebih menjanjikan.