|
Wawancara ini mengangkat beragam issue di industri periklanan khususnya di Indonesia. Salah satu issue yang diangkat adalah persaingan antara advertising agency multinasional dan nasional, kemudian soal agency pitch dan perang fee. Issue ini menarik karena memiliki sudut pandang yang berbeda dari setiap pelaku industri periklanan di Indonesia. Benar-benar menarik apa yang diuraikan oleh Harris Thajeb tentang industri periklanan saat ini. Untuk wawancara yang lebih lengkap, simak wawancara Advertising-Indonesia.id bersama Harris Thajeb, Chairman DAN.
SOAL INDUSTRI PERIKLANAN INDONESIA SAAT INI
AI: Bagaimana menurut Anda tentang gambaran industri periklanan saat ini?
HT: Saya selalu mengatakan industri ini diuntungkan dengan kekayaan demografis, dimana 56% adalah generasi milenial. Generasi milenial inilah yang akan menjadi future potential consumers. Mereka harus menjadi target utama. Para milenial ini memiliki cara berpikir dan berbelanja yang sudah berubah. Kita harus antisipasi hal itu. Dulu beriklan didominasi TV yang sifatnya satu arah. Kalau sekarang, dia (generasi milenial-red) tidak percaya begitu saja pada iklan. Begitu lihat iklan, mereka akan mencari benar atau tidak iklan tersebut lalu share ke kelompoknya.
Lalu dengan sendirinya, kita di advertising harus masuk ke ranah tersebut. Iklan saat ini harus ada cerita di belakangnya. Anak milenial ini mencari tahu, apa latar belakang jika produk tersebut dikatakan bagus. Kalau saya katakan, anak milenial ini adalah generasi yang kritis. Keingintahuannya lebih tinggi. Apalagi mereka mudah mencari via google lalu berbagi dengan temannya. Hal ini menyebabkan semua agency harus membuka divisi digital. Socmed ini menjadi sangat penting. Kita punya smartphone sebagai medium yg sangat kuat.
Baca : Wawancara Narga Habib (Mantan Ketua Dewan Pertimbangan P3I)
AI: Jika melihat perbandingan milenial di Indonesia dan luar negeri, sejauh mana perubahan itu terjadi di Indonesia?
HT: Saat ini kita sudah sangat merasakan perubahan tersebut. Anak-anak ini membeli barang lewat e-commerce. Kalau barang retailers tidak cepat mengganti pola mereka, lama-lama bisa tergerus. So the future is already here. Masa depan akan lebih cepat lagi karena di era digital ini, dalam 1-2 bulan selalu akan ada yang lebih baru lagi.
Iklan dalam sosmed harus ada story telling-nya. Itu akan lebih menarik untuk generasi milenial. Anak milenial sekarang lebih peka pada lingkungan. Mereka sudah tertarik untuk melihat agriculture karena mereka sadar bahwa dunia ini banyak ancaman. Iklan sekarang harus mengandung eco-friendly, empati terhadap masyarakat miskin. Itu akan lebih menarik bagi generasi milenial.
AI: Saat ini banyak agency digital yang tumbuh tapi mereka tidak punya arahan dan wadah untuk industri ini. Bagaimana tanggapan Anda?
HT: Digital ini bergerak secara quantum leap. Media harus bisa merangkul situasi ini. Yang konvensional tetap masih dibutuhkan, seperti TV yang masih berpengaruh. Sekarang OOH Digital mulai meningkat, koran menurun, majalah menurun, radio menurun. Yang fenomenal adalah digital. Meskipun volumenya tidak besar, tapi peningkatan anggaran belanjanya terus meningkat. Tampak sekali bahwa socmed menjadi sangat kuat.