Gandhi Menuturkan Soal 3 Dosa Orang Kreatif Di Masa Lalu Yang Membuat Banyak Diantara Mereka Terhenyak Dengan Situasi Saat Ini:
1) Orang kreatif seringkali tidak perduli terhadap cost
Orang kreatif seringkali tidak menerima ketika client meminta memasukkan pertimbangan biaya dalam proses eksekusi hasil kreatif. Bahkan, orang kreatif sangat enggan mengikuti aturan-aturan yang berkaitan dengan efisiensi, cash flow, bahkan rugi laba perusahaan. Banyak orang kreatif lama yang protes ketika dulu ditraining tentang cost. Orang kreatif merasa punya ‘kotak’ sendiri.
2) Orang kreatif tidak make of firend dengan client
Orang kreatif juga seringkali lupa bahwa ‘berteman’ dengan client itu perlu, sebab sebetulnya ada begitu banyak hal yang terselesaikan dengan baik ketika kita diterima sebagai sahabat oleh client, termasuk harga. Ego sebagai orang kreatif seringkali membatasi kita menjalin persahabatan yang elegan dengan client.
3) Orang kreatif tidak mengerti bisnis kreatif
Orang kreatif seringkali melihat bisnis kreatif dari satu sisi saja, tidak melihatnya secara komprehensif sebagai bisnis yang melibatkan tidak saja sisi kreatif tapi sisi finansial, hubungan baik, komunikasi, dan lain-lain. Akibatnya banyak ruang kreatif yang tidak bisa optimal karena orang kreatif terkotak dengan pemikiran sendiri. Untuk itulah para pemimpin bidang kreatif harus paham soal talent development, mendorong para staf kreatif mingle dengan client atau punya specific relationship dengan client.
Institusi tetap perlu. Tetapi semangat institusinya harus dirubah.
Agency harus terbuka dalam melakukan apa saja demi mengejar perubahan yang terus terjadi dengan cepat. Banyak birokrasi yang harus dipotong, proses harus dipercepat. Sensibilitas dalam mengoptimalkan channel yang ada dan mempropose solusi in advance.
Lupakan 17.65! angka yang membuat kita terlena!
Soal digital, saya setuju jika hal itu menjadi gerakan. Digital harus mempunyai daya gerak bukan sekedar bermain-main dengan fasilitas yang tersedia. ‘Anak digital’ harus lebih militan, jangan terkesan cuma main-main atau menghasilkan karya kreatif yang sekedar lucu sebab hal itu tidak akan bertahan lama. Digital harus bisa mempunyai daya gerak seperti engagement misalnya.
Satu lagi, terakhir, saya itu kalau dicap lawas, deg-degan juga, tapi kalau anak digital dianggap tidak militan atau hanya sekedar main-main, saya itu deg-degan juga, sebab masa depan industri ini ada di tangan mereka.
– Masa Depan Industri Advertising Indonesia Simak, Tuturan Jernih Gandhi Suryoto (Bag-1)
– The 1st Advertising Forum Hangatnya Advertising Forum Kami…
– Menyatukan Generasi Periklanan ‘Zaman Old’ dan ‘Zaman Now’
– Mengintip Peluang Bisnis Media Placement Agency