Editorial:
Membangun Kembali Kemandirian Industri Periklanan Indonesia

0
1134


Perubahan itu bisa menakutkan, menggairahkan atau menyemangati, dan menstimulir. Dari semua hal tersebut, manakah yang Anda pilih? Satu hal yang pasti dan jelas, perubahan itu ada terus di sekitar kita, berjalan dan bergerak aktif di sekitar Anda sehingga kita diminta untuk mampu mengendalikannya, sebab jika tidak perubahan akan semakin mendahului kita.

Bagi sebagian orang yang sudah merasa mapan dan nyaman, perubahan menjadi sesuatu yang menakutkan. Bahkan banyak orang yang membiarkan dirinya termasuk perusahaannya tutup untuk selama-lamanya hanya karena tidak mampu dan tidak mau mengikuti perubahan. Teknik manajemen lama semakin terlihat kuno ketika diperhadapkan dengan dunia baru yang penuh dengan kecepatan menggila. Kita melihat ada begitu banyak perusahaan kelas dunia yang berusaha melepaskan diri dari sekat-sekat pemikiran kuno yang disadari hanya akan membuat perusahaan dalam kondisi yang sangat kaku, penuh hirarki, sulit bermanuver dan membatasi kreatifitas serta gagasan kaum muda.

Biro iklan atau advertising agency Indonesia (kata biro iklan terkesan kuno, sehingga banyak praktisi yang lebih senang disebut advertising agency, sekalipun maknanya seratus persen sama), harus melakukan recreation terhadap organisasinya masing-masing, dengan menggunakan teknik dan ketrampilan bisnis yang tinggi serta menghadirkan indera-indera baru dalam level pengelolaan dan penetapan tujuan perusahaan dalam jangka panjang.

DISORGANISASI ATAU LENYAP SAMA SEKALI

Bagi semua perusahaan advertising agency lokal, dituntut tegas untuk melakukan disorganisasi perusahaan saat ini. Sekitar 1900 tahun yang lalu, Petronius Arbiter mencatat bahwa pengorganisasian kembali atau reorganisation adalah bisnis yang menakutkan (Brian Clegg dan Paul Birch, Disorganization, 1998). Bukan hanya Petronius, banyak pemimpin perusahaan yang beranggapan bahwa melakukan perubahan termasuk reorganisasi adalah sesuatu yang menakutkan. Hal ini juga melanda begitu banyak perusahaan jasa periklanan di Indonesia. Kemapanan dan kenyamanan membuat mereka terlena. Masa indah yang dinikmati pada era pertumbuhan industri periklanan Indonesia dari tahun 80an hingga akhir 90an membuat banyak perusahaan membiarkan dirinya berjalan tanpa inovasi baru yang adaptif terhadap perubahan global.

 Baca: Kombinasi Berbagai Hal Penting Dalam Menetapkan Budget Iklan

Hancurnya sendi-sendi puluhan perusahaan periklanan lokal berawal dari keterlambatan mengantisipasi dan mengubah pola bisnis dari full service ke spesialis-spesialis berkualitas. Sejumlah besar pengelola perusahaan yang dulu dikenal sangat terorganisasi justru terlambat melakukan reorganisasi dalam banyak hal: manajemen atau kepemimpinan, pola bisnis, cara berpikir, pengelolaan tim, sistim dan prosedur, pengelolaan informasi, serta cara memprediksi pasar. Tak heran jika saat ini perusahaan advertising lokal tergulung oleh perusahaan-perusahaan asing dan semakin terhimpit dengan semakin banyaknya freelancer-freelancer yang terus bertumbuh dan berkembang.

Namun kita juga mengamati geliat baru yang dilakukan oleh sejumlah perusahaan periklanan atau jasa komunikasi brand yang digawangi oleh sejumlah praktisi asli Indonesia khususnya yang bergerak di jasa layanan komunikasi digital, pengelolaan event dan media placement. Di tengah-tengah persaingan yang semakin ketat dan bahkan terkesan gila saat ini, manuver-manuver lincah tanpa terkendala hirarki, pola kepemimpinan kaku dan kuno seringkali justru berhasil dan sukses dalam mengawali bisnis. Bahkan di lingkungan teknologi finance dan start up lainnya, banyak pemimpin muda yang berhasil hingga kemudian dilirik oleh pemain global.

KEMAMPUAN BERTAHAN DARI GODAAN ASING

Sayangnya, ketika perusahaan-perusahaan ini sudah mulai berhasil, mereka tampak begitu mudahnya diakuisisi oleh perusahaan asing bermodal besar, sehingga mungkin saja suatu saat namanya masih tetap lokal atau bermakna lokal namun isinya semuanya asing, dan lagi-lagi, kita hanya menjadi tenaga pelaksana atau pemilik minoritas.

Daya tahan dan daya saing menjadi kata kunci yang harus diperhatikan. Kita berbangga hati dengan anak-anak muda Indonesia yang sukses membangun pondasi ‘rumah’ mereka dengan bagus. Persis ketika pada tahun 90an berbagai praktisi periklanan Indonesia sukses membangun pondasi bagi berdirinya ratusan perusahaan periklanan Indonesia yang benar-benar dianggap hebat. Saat ini jumlah mereka sangat menyusut bahkan nama-nama besar tersebut bisa dihitung dengan jari dan seringkali tanpa bunyi aktifitas yang gemerlap.

Akankah perusahaan-perusahaan baru periklanan Indonesia, termasuk mereka yang memproklamirkan bendera sebagai perusahaan jasa digital advertising, media placement agency, event organizer hanya akan menikmati masa kejayaan mereka dalam kurun waktu singkat? Jika tidak mampu berkembang setidaknya hingga ke tingkat regional, kita berharap mereka menjadi ‘rumah-rumah’ kecil yang kuat terhadap ombak dan tekanan luar yang akan selalu mengaum dan mengincar perusahaan lokal dengan dalih akuisisi dan penguatan bisnis.

Membangun kembali kemandirian industri periklanan Indonesia harus kita maknai sebagai kekuatan baru industri periklanan Indonesia yang berdiri di atas kemampuan sendiri dimana seluruh investasi dan pengembaliannya justru tetap berada di negara ini, tidak dialirkan keluar atau ke tempat-tempat lain yang hanya menyuburkan hegemoni mereka-mereka yang seringkali hanya berorientasi bisnis dan berpikir ala kapitalis.


– Advertising & Digital; Agar Kreatifitas Tidak Ditawar Murah oleh Client
– Mengenal Istilah Variasi “In-Program Ads” di TV