Bisnis Advertising
FALSE PARTNERSHIP AGENSI DAN CLIENT

0
5980


www.advertising-indonesia.id
– 
Di era 80 hingga 90an ada begitu banyak agensi periklanan Indonesia atau Indonesian based advertising agency yang berkiprah dan diakui sebagai pelopor  industri periklanan  Indonesia.  Masih di era yang sama, industri periklanan Indonesia menghasilkan banyak tokoh periklanan yang sangat berjasa dalam meletakkan dasar bagi tumbuh kembang industri periklanan Indonesia.

PARTNERSHIP SEMU

Namun dalam dua dekade berikutnya, satu persatu agensi-agensi pelopor tersebut meredup  dan saat ini tinggal beberapa yang masih benar-benar beroperasi dan berkompetisi di pasar industri periklanan Indonesia.  Banyak pihak yang tidak kunjung mengerti mengapa perusahaan-perusahaan periklanan yang ternama itu bubar atau tidak bisa bertahan sementara ratusan miliar uang client yang dulu mereka tangani hingga saat ini masih terus dibelanjakan untuk membangun brand serta menstimulasi penjualan.  Investasi yang dilakukan oleh pemilik brand dalam membangun brand atau investasi dalam upaya marketing tidak pernah berhenti sehingga biro iklan atau perusahaan-perusahaan periklanan tersebut semestinya bisa bertahan sekalipun memenangkan persaingan bisnis memang tidak selalu mudah.

Fakta yang benar-benar terjadi adalah agensi-agensi pelopor tersebut satu persatu tutup dan hanya menyisakan cerita dalam bingkai sejarah periklanan Indonesia. Sementara di pihak lain, sekali lagi,  upaya yang dilakukan pemilik brand dalam membangun keterlibatan pelanggan demi menghasilkan efek bisnis yang terukur tidak pernah berhenti.  Memang sebagian dari mereka (agensi periklanan lokal) akhirnya memutuskan untuk berafiliasi dengan agensi periklanan  multinasional demi eksistensi usaha namun kemudian nama merekapun hilang secara perlahan hingga akhirnya yang kemudian timbul dan mengemuka adalah nama partner asing mereka.

Ada ragam alasan yang membuat banyak perusahaan jasa periklanan lawas tidak bisa bertahan, diantaranya adalah: keterbatasan modal kerja, ketidakmampuan beradaptasi terhadap tuntutan client, serbuan agensi periklanan multinasional yang memaksa terjadinya persaingan timpang bahkan bagi sebagian ‘pemain’ sudah sangat tidak sehat, eksodus tenaga ahli atau praktisi senior ke rumah ‘tetangga’ yang jauh lebih hijau.  Bahkan, sebagian agensi tunduk kepada hegemoni client yang kerap melakukan kontes agensi serta memilih agensi dengan atas dasar efisiensi atau biaya jasa yang lebih murah.  Ketika biaya jasa diturunkan, ada banyak agensi yang harus gulung tikar karena merugi, sebagian melakukan merger atau mengecilkan skala usaha.